Rumah Tua
Reena, Naza, Fajar, Sary dan Mauren adalah 5 sekawan. Mereka selalu bermain bersama. Mereka sama-sama menyukai petualangan. Suatu hari ketika Reena, Naza, dan Fajar sedang mengobrol, datanglah Sary dan Mauren membawa berita dengan heboh.
Sary: “Hey, all!!”
Mauren: “lagi pada ngapain?!”
Reena: “Lagi ngobrol aja, nih. ‘kok kalian keliatan seneng banget, sih?”
Naza: “Iya, nih. Gak biasanya kalian akur, hahaha...”
Fajar: “Hahaha...”
Mauren: “Enak aja, lo?! Ngejek, nih?!”
Sary: “Eeh, udah-udah. Kita ada berita bagus, nih!”
Reena: “Berita apaan? Petualangan lagi?”
Mauren: “Yep, Right!”
Fajar: “Petualangan? Asyik, nih!”
Sary: “Makanya, mau denger, gak?”
Naza: “Udah, ge’ce! Petualangan gimana?”
Mauren: “So... Gini. Di deket rumah gue, ada rumah kosong.”
Sary: “Nah, gue dan Mauren, punya rencana buat ngunjungin rumah itu!”
Reena: “Rumah kosong?”
Fajar: “Berapa tahun kosongnya?”
Sary: “Kata tetangga Mauren, sih, 10 tahunan.”
Naza: “10 tahun?! Lama juga, ya. Kenapa gak ada yang nempatin?”
Mauren: “Kata orang sih, karena ada hantunya...”
Reena: “Hantu? Maksud lo?
Sary: “Arwah anak kecil gitu, deh.”
Naza: “Ceritain dong!”
Fajar: “Yang lengkap ceritanya, biar jelas!”
Mauren: “Oke. Jadi gini, dulu, di rumah itu ada anak perempuan. Dia kesepian. Gak punya temen gitu. Ibunya udah meninggal pas ngelahirin dia. Bapaknya nikah lagi sama seorang wanita, yang angkuh banget. Suatu hari, ketika anak ini umurnya 7 tahun, bapaknya meninggal karena suatu kecelakaan gak jelas. Anak ini, tiba-tiba menghilang. setelah di cari, di laporin polisi, tetep gak ketemu.”
Naza: “Jadi, hantunya anak cewek itu?”
Sary: “Gak tau juga sih. Tapi kemungkinan emang anak cewek itu. Katanya, setelah menghilang, dirumah itu jadi sering digangguin penghuninya. Ibu tiri anak perempuan itu sampe-sampe jadi gila!”
Fajar: “Kayaknya seru juga, nih!”
Mauren: “Jadi??”
Sary: “Pada mau kesana?”
Naza: “Yah...” (menggaruk belakang kepala)
Fajar: “Gue ikut, deh...”
Reena: “Bolehlah..”
Sary: “Oke, malam ini, ya!”
Reena, Naza, Fajar: “MALAM INI?!”
Akhirnya setelah rundingan, sindiran, dan perdebatan yang cukup panjang, mereka setuju untuk mengunjungi rumah tua malam itu juga. Dengan membawa peralatan seadanya seperti senter, jaket, dan tentunya keberanian dalam hati masing-masing. Mereka melangkah diiringi decitan kayu yang telah lapuk.
Reena: “Aduh, serem banget disini...”
Naza: “Gue nyesel udah ikut.”
Fajar: “Sama, gue juga nyesel. Coba tadi gue ikut ibu gue aja, ke ‘ondangan.”
Mauren: “Yee.. Anak mami lo pada!”
Reena: “Kan emang serem, Ren,”
Sary: “Udah-udah! Tapi emang serem juga, sih. Dingin banget lagi, ih,”
Naza: “Balik aja, yuk!”
Fajar; “Iya! Yuk, cabut sekarang?”
Mauren: “Lenje lo semua! Kita udah nyampe sini, make balik segala? Cape deh...”
Sary: “Bentaran lagi, deh.”
Reena: “Eh, apaan, tuh?” (menunjuk ke sebuah pintu tua)
Mauren: “Apaan?”
Reena: “Itu! Di pintu itu!”
Sary: “Oh, pintu yang itu, bukan?”
Naza: “Pintunya aneh.”
Fajar: “Kaya ada segelnya gitu, ya?”
Sary: “Segel? Emang minuman?”
Reena: “Keramat kali?”
Mauren: “Coba kita deketin!” (Berlima: mendekati pintu yang dimaksud)
Naza: “Ada bacaannya,”
Fajar: “Udah lama kali, ya? Tulisannya agak kabur gitu,”
Reena: “Coba kita baca,”
Mauren: “Dilarang keras...”
Sary: “Untuk memasuki ruangan ini,..”
Fajar: “Ataupun sekedar menyobek segel ini...”
Naza: “ Karena ruangan ini sangat berbahaya..”
Reena: “Bagi yang melanggar... Akan di kutuk selamanya!!”
Fajar: “Tuh, kan. Serem banget!”
Naza: “Cabutlah! Gue keringet dingin, nih!”
Sary: “Mmm, Mauren?”
Mauren: “Payah lo semua! Gak bakal ada apa-apa! Percaya deh, ama gue!” (Merobek segel)
Reena: “MAUREN!!”
Mauren: “Apa?” (Meremas-remas segel, membuang ke samping)
Reena: “Lo itu!! Kalo ntar kenapa-napa gimana?”
Mauren: “Gak ada apa-apa... Kan?”
Angin berhembus kencang menjawab pertanyaan Mauren yang menggantung. Dingin, dan suram. Suasana berubah menjadi mencekam.
Naza: “Kok, rasanya, jadi tambah dingin, yah?”
Fajar: “Iya, jadi tambah gelap, pula!”
Mauren: “Eh, ini pintu ada kuncinya! Gue buka, ya..”
Sary & Reena: “Mauren! JANGAN!!”
Ceklek! Dan kunci terputar. Pintu dapat dengan mudah dibuka. Mauren akan memutar kenop pintu, ketika, angin berhembus lebih kencang dan dingin. Suasana berubah menjadi lebih aneh mencekam, dan mulai menggila. Barang-barang bergerak dengan sendirinya.
(Kursi 1 jatuh, Semua terkejut.)
Fajar: “Astagfirullah!”
Naza: “Hal ‘adzim...”
Mauren: “Cuma kursi. Tenang,”
(Barang-barang mulai berjatuhan)
Sary: “Mauren!”
Reena: “Kita pergi! SEKARANG!!” (Menarik lengan Sary, dan mereka berlima keluar dari rumah itu.)
Esoknya, semua kembali seperti biasa. Tetapi, satu yang tidak biasa. Ketika sedang berkumpul-kumpul, Mauren datang dengan wajah yang murung.
Mauren: “Hey, Guys.”
Sary: “Mauren, lo kenapa?”
Reena : “Iya, kok muka lo pucet gitu?”
Mauren: “Gue, akhir-akhir ini, mimpi aneh,”
Fajar: “Mimpi apaan?”
Mauren: “Tentang rumah tua kemaren,”
Naza: “Kualat, sih lo!”
Reena: “Eeh, Naza!”
Sary: “Gak boleh gitu, Naza. Sahabat kita kan lagi sedih!”
Naza: “Iye-iye. Maap,”
Fajar: “Mauren, lo mimpi apa, tentang rumah tua itu?
Mauren: “Gue.. Mimpi.. Ada anak perempuan, di rumah tua itu.. Ngajakin gue main terus.. Dia ngajak gue main, ke kamar kemaren...”
Reena: “Trus apa lagi?”
Mauren: “Dia nunjuk-nunjuk kardus di ujung kamar itu, dia maksa gue, buat buka kardus itu. Gue gak mau, dan dia marah. Gue takut banget.”
Sary: “Kayaknya ada yang aneh...”
Fajar: “Kardus? Kardus maksudnya?”
Mauren: “Ya kardus biasa,”
Naza: “Trus, isinya apa?”
Mauren: “Gak tau...”
Reena: “Kayaknya ada yang aneh, deh...”
Sary: “Pertanda, kali?”
Naza: “Mungkin anak cewek itu minta kita kesana, buat ngeliat isi kardus itu?”
Sary: “Gue gak mau kesana lagi! Gue kapok!”
Reena: “Kita harus kesana.”
Mauren: “Gue gak yakin itu ide yang bagus.”
Reena: “Gue mau tau, apa isi kardus itu.”
Naza: “Iya sih, siapa tau isinya emas, berlian atau apa gitu, biar kita jadi kaya, hahaha.”
Fajar: “Otak lu tuh, ye! isinya duit doang!”
Sary: “Kayaknya bukan, deh. Kalo anak cewek itu ngotot banget, bisa jadi itu barang berharga buat dia. Boneka, atau buku harian, misalnya.”
Reena: “Dugaan gue, sih... Lebih berharga dari itu semua.”
Sary: “Apaan, dong?”
Reena: “Di dalam kardus itu... Mungkin Isinya...”
Sary : “Isinya apa?”
Reena: “Gak tau juga, sih.”
Mauren: “Kita bakal kesana?”
Sary: “Gue ikut, deh!”
Fajar: “Kalo semua ikut, gue sih, ikut aja.”
Reena: “Ya udah! Malam ini kita kesana lagi!”
Esok malamnya, mereka kembali ke rumah tua itu. Berbekal pengalaman dari mimpinya, Mauren memimpin jalan.
Sary: “Serem banget, nih...”
Reena: “Mauren, lo yakin, ini jalannya?”
Mauren: “Gue yakin banget.”
Naza: “Eh, pada gak mau balik sekarang, nih? Mumpung pintu keluar masih deket. Masih keburu kalo mau mundur.”
Fajar: “Naza! Gak jantan banget sih, lo! Yang cewek aja brani gitu.”
Mauren: “Udah-udah. Tuh, pintunya udah di depan.”
Mereka memasuki pintu kamar kemarin dengan perasaan was-was.
(Pintu kamar terbuka, masuk berurutan; Mauren, Sary, Reena, Naza dan Fajar.)
Mauren: “Ini.. Kamarnya...”
Reena: “Ren, apa itu, kardusnya?”
Mauren: “Iya.”
Sary: “Kita buka, nih?
Naza: “Sekarang?”
Fajar: “Hati-hati.. Tapi jangan gue yang buka.”
Mauren: “Oke, gue yang buka.” (membuka kardus)
Reena: “Astagfirullah! Isinya... Isinya...”
Berlima: “TENGKORAK!!”
Reena: “Keluar, kita keluar dari sini!”
Sary: “Iya, ayo!”
Mauren: “Ayo keluar!”
Esoknya mereka melaporkan penemuan mereka ke polisi.
Polisi 1: “Terima kasih, karena ade-ade semua telah menemukan mayat anak ini, yang telah hilang selama 10 tahun.”
Polisi 2: “Kalian semua sungguh berani.”
Mauren: “Terima kasih, pak.”
(Reena melihat sesuatu di ujung ruangan. Ia memungutnya.”
Reena: “Eh, ini segel pintu yang ewaktu itu, kan?”
Sary: “Mana, mana?”
Naza: “Iya kali.”
Fajar: “Coba buka?”
Mauren: “Kok ada tulisan lagi?”
Reena: “Bacaannya; ‘terima kasih’”
Polisi 1 : “Sepertinya tulisan tangan.”
Polisi 2: “Tapi, warnanya, merah pekat.”
Mauren: “Jangan-jangan...”
Reena: “Darah?”
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar