Jumat, 18 Februari 2011

Pencuri

Suasana kelas 8E waktu itu sunyi sepi, karena waktu itu adalah jam pelajaran olahraga, yang mengharuskan semua murid berada di luar ruangan. Srek…srek…srek… seseorang terlihat meraba-raba isi sebuah tas di bangku depan. Dengan seringai seram di wajahnya, ia keluar dengan membawa secarik kertas berwarna kebiruan.

***

“Ufffhh, capek banget, ya..” Kata Ien. Rei menyahut, “iya, aku juga capek banget. Tapi tadi seru ya, bermain bolanya!”
Ien tersenyum sinis.
“Iyalah! Kamu kan cowok! Pantes aja seru. Lah aku, cewek, pada main kasti. Gak seruuu...”
“Eh, kasti juga seru loh! Kamu aja yang gak serius mainnya, tadi kamu perhatiin aku, kan? Ahahahahaa!!” Cibir Rei. Eko pun masuk.
“Eh, lagi pada ngomongin apaan sih? Ngomongin aku, ya??”
“Ih, ni orang. Geer!!” Kata Ien.
“Eh, kok ribut sih?? Pada ngomongin apa??” Lala, Dea, Eiri, dan Iffa memasuki ruangan dengan wajah memerah. Maklum, olahraga di siang hari memang menguras banyak tenaga.
“Ini nih, si Eko...”
“Eko?? Eko kenapa??” Nuril tiba-tiba memasuki ruangan bersama-sama dengan Cabbee, Natswa, dan Deanissa.
“Wah, pada ngomongin Eko yah??” Arrum, Raka, Arya, Agung, Arimatsu dan Odit pun ikut-ikutan nimbrung.
“Apaan sih? Ganggu aku ama Ien aja!” Rei sewot.
“Ngaco!! Orang tadi aku ama Rei lagi ngomong, trus si Eko tiba-tiba dateng. Yee..” Kata Ien menjelaskan. Semua pada ber-ooh-ooh ria.
“Eh, yang cowok keluar kelas, dong? Anak cewek mau ganti baju nih!” Seru Dea si ketua kelas. Anak-anak cowok langsung mengeluh.
“Yah, elah! Kan anak cewek bisa di ruang ganti! Di toilet cewek kan ada ruang gantinya sendiri! Lah anak cowok??” kata Odit.
“Ah, bodo-bodo! Ge-ce keluar! Gerah nih!” kata Fitria dan Anisa. “Tau, panas banget nih!”
“Iya deh..” Anak-anak cowok pun mengalah. Mereka keluar kelas dengan keluhan dan umpatan terdengar keluar dari mulut mereka. Para cewek pun berganti baju.

***

Waktu istirahat...

“Eh, ada yang liat uang 50 ribu enggak??” Tanya Ien. “Uang aku ilang...” Lanjutnya. Dea mengernyit. “Ilang? Kok bisa??”
“Gak ada! Udah gue cari, tuh!” Ien mulai menahan air mata. “Uang itu buat bayar buku...”
“Cari lagi deh Ien, aku bantuin!” Kata Cabbee dan Eiri. Mereka menggeledah tas cokelat bermerek 3Rey itu. Tapi hasilnya? Nihil.
“Gimana nih...” Ien pucat pasi. Berulang kali ia mengaduk-ngaduk isi tasnya. “Masa sih Ien, enggak ada? Jatoh kali?” Kata Iffa.
“Gak ada.. gak mungkin ilang. Aku taruh di dompet aku. Tapi enggak ada.” Ien memperlihatkan isi dompetnya, sebuah foto dirinya dan temannya saat masih kecil, sebuah kaca, dan pecahan 1000, 5000, juga 10000. Tapi kertas berwarna biru itu tak jua ditemukannya.
“Ciee, Ien, foto siapa nih?”
“Oh, itu foto...”
“Eh, ada apa nih? Kok tasnya Ien berantakan begini??” Rei datang secara tiba-tiba. Mirip hantu.
“Uang aku ilang, Re..”
“Ilang dimana??”
“Gak tau... Cuma 50000 nya aja yang ilang. Tapi yang lainnya enggak.”
“Jatoh kali, Ien?” Kata Natswa.
“Gak mungkin! Masa di dompet bisa ilang?”
Sementara anak-anak cewek berdiskusi hebat, Rei berpikir keras. Memang nggak mungkin, aku tau Ien orangnya teliti. Gak mungkin dia ketinggalan atau lupa. Apa lagi jatoh! Hmm, gimana ya?/
“Ada apa nih?” Tanya Arimatsu yang datang bersama anak-anak cowok lainnya.
“Ng?” Rei berdehem. “Uangnya Ien ilang.”
“Hilang?? Berapa hilangnya??” Tanya Arya.
“50000.” jawab Deanissa.
“Wuih, sayang banget! Mending buat aku aja!” Kata Raka dan Odit. Arrum menyikut lengan Raka, Arimatsu menginjak kaki Odit.
“AUW!” Seru mereka berdua. Tidak memedulikan mereka, Rei bersua.
“Kita geledah tas temen-temen semua.”
“Eh???” Natswa, Fitria, Dea juga teman-teman lainnya berseru kaget.
“Kok gitu??” Tanya Ien.
“Aku tau Ien orangnya teliti. Gak mungkin uangnya Ien jatuh, atau tertinggal.”
“Oke, kita geledah.” Kata Arrum.
Setelah digeledah...
“Ng?” Rei mengernyitkan dahi.
“Yang membawa uang pecahan 50000 selain Ien, ada Odit dan Natswa. Gimana nih, Rei?” Tanya Eko. Rei terdiam.
“Terakhir kali kamu ngeliat uang itu, kapan, Ien?” Tanya Rei.
“Hmm...” Ien berpikir. “Sebelum olahraga! Pas itu aku ngecek dompet!”
“Kalo gitu, pelakunya di antara kita...” Kata Rei misterius.
“Kasih tau alibi kalian semua selama jam olahraga tadi!”
“Kita semua dilapangan, kok!” Kata Lala.
“Tadi ada beberapa yang keluar lapangan. Aku liat. Iffa, Nuril, Eiri, dan Natswa.” Kata Dea.
“Aku tadi ke kamar mandi! Ama Eiri dan Nuril!”
“Aku juga, aku ke kamar mandi setelah mereka, Iya, kan?” Kata Natswa. Eiri mengangguk. “Ya, aku juga tadi melihat Natswa.”
“Yang perlu dicurigai Fitria! Bukannya Fitria tadi mengambil bola kedalam kelas? Siapa tau dia yang mengambilnya!” Kata Anisa.
“Iya, benar! Aku juga melihatnya ke dalam kelas!” Kata Natswa.
“Kapan Fitria mengambil bola? Aku tidak ingat.” Tanya Nuril.
“Tadi, ketika kalian berempat ke kamar mandi.” Jelas Cabbee.
“Aku nggak bersalah! Aku Cuma mengambil bola! Lalu keluar! Suer!!” Fitria mengelak.
“Alah! Jangan boong kamu Fitria! Buktinya, kamu juga punya uang 50000! Jangan mengelak!”
“Iya ngaku aja!”
“Diam semua.” Kata Rei.
“Iya, berarti benar, kamu yang melakukan, Fitria! Kamu dengan alibi mengambil bola, kamu masuk keruangan kelas, lalu mengambil uang itu! Iya, kan?” Kata Arimatsu.
Rei mengamati bagian luar kelas. Jarak antara kelas dan Kamar mandi wanita memang dekat, ruang kelas tepat berada di depan nya. Sulit untuk memperhatikan apabila ada yang keluar ataupun masuk.Rei mengernyit. Kenapa aku merasa aneh?? Seakan ada yang terlewat??
Rei mengingat kembali alibi-alibi orang yang mencurigakan. Tak mungkin Odit, dia terlalu polos. Natswa? Fitria??
“Hei, sebelumnya, yang tau kau meletakkan uang itu siapa aja?”Tanya Eko.
“Emm, Natswa, Iffa dan Anisa. Tapi gak mungkin mereka!”
Sebelumnya?? Eh, tunggu!! Dari alibi empat orang tadi... Rei tersenyum. Aku tau pelakunya. Pelakunya pasti dia! Huh, rupanya ia tidak sadar telah mengatakan bukti bahwa ia tadi berada diruangan ini dengan sangat jelas!! Bukti bahwa memang ia pelakunya!!

***
“Huft! Sepertinya aku memang tidak bisa menyelesaikan kasus ini! Iya, Ien, mungkin uang itu hilang!” Kata Rei tiba-tiba.
“Ehh?? Kok gitu!! Tapi kamu sendiri kan yang bilang, Aku gak mungkin meninggalkan uang itu!” Protes Ien.
“Yah, mau gimana lagi, coba aja, Iffa, tadi kamu bilang, kamu, Eiri dan Nuril, ke kamar mandi bertiga, kan?”
“Iya.” Kata Iffa.
“Lalu, kalian berpapasan dengan Natswa, kan?”
“Iya, aku melihat dia.” Kata Eiri.
“Berarti Fitria pelakunya, kan? Gak ada lagi alasan lain yang logis.”
“Tapi bukan aku!”
“Alah, pasti kamu kan, Fit! Ngaku aja!” Kata Iffa.
“Diam kamu, Iffa! Kamu kan gak liat pas aku ke kelas!” Kata Fitria.
“Udah! Gak usah bohong! Aku liat kamu tadi ada di kelas!” Kata Natswa.
“Bukan aku pelakunya!!” Kata Fitria.
“Ng? Bukannya kamu seharusnya di kamar mandi? Natswa?”Kata Rei.
“Eh?? Ohh.. tapi kan aku liat!!” Kata Natswa.
“Kamu liat dari mana? Fitria mengambil bola kira-kira sebelum kamu kembali dari kamar mandi. Menyerahlah. Kamu sendiri yang mengaku kalau kamu melihat Fitria, tak ada penjelasan logis lain, kecuali kamu ada di dalam kelas saat itu, iya, kan? Natswa?”
“Eh... ahahahhahaaa!! Tapi mana buktinya!!”
“Celana olahraga kamu.”
“Maksud kamu??”
“Celana itu enggak basah meskipun padahal kamu ke kamar mandi, iya kan?”
“Aku...”
“Kamu pelakunya.” Rei memasukkan tangannya ke dalam saku.

***

"Natswa?? jadi kamu??" Ien terkejut.

"Maafin aku, Ien.. habisnya.. habisnya..." Natswa tidak mampu menahan tangis. Ien mengusap punggung Natswa.

"Cerita aja, itu gunanya teman, kan?" Ien tersenyum.

"Ibu aku sakit Ien... Aku bingung mau beli obatnya gimana.. makanya aku pake uang kamu... maafin aku Ien.."Natswa sesengukan.

"Hmm.. gapapa kok, Natswa..."Kata Ien.

"Oh, ternyata ibu kamu sakit yah.."Kata Iffa.

"Wah, gimana dong?" Kata Wildan.

"Hmm... gimana kalo kita bantu Natswa?" Tanya Dea.

"Caranya?"Tanya Arrum.

"Kita bisa nyumbang kan, buat ibunya Natswa?"

"Boleh juga idenya."Kata Eiri.

"Setuju-setuju."

"Nah, Natswa. Kita kan semua teman. kamu mau kan, menerima bantuan kita?" Natswa terperangah. matanya berkaca-kaca.

"Terima kasih, teman-teman..." Ia sesengukan di bahu Ien.

***