Minggu, 23 Januari 2011

Aisyah

Gadis itu menatap langit suram yang menaungi kota kelahirannya, Gaza. Lalu ia kembali melemparkan pandangan benci kepada tentara di depan sana. Nama gadis belia itu Aisyah. Ia adalah orang asli Gaza. Ia Kuliah di Islamic University of Gaza, dan sangat fasih berbicara bahasa inggris. Karena prestasi yang yang sangat membanggakan, dapat diperkirakan ia akan mempunyai masa depan yang cerah. Tetapi semua impiannya lenyap pada saat invasi Israel ke Palestina terjadi.
Ia menghembuskan nafas kesal. Telah lima hari berlalu dari hari pertama Israel menginvasi kota tercintanya itu. Dan selama lima hari itu pula, ia terkurung di gedung ini. Gedung besar yang menjadi sasaran empuk pengeboman oleh orang-orang biadab, tentara Israel. Beruntunglah ia tidak tercium baunya oleh anjing–anjing pelacak itu. Tapi nanti?
5 hari terkurung dalam keadaan kumal. Cadar yang dulu menutupi batang hidung dan mulut mungilnya yang manis entah berada dimana. Gamis yang dipakainya telah robek sana-sini, dan juga jilbabnya yang telah kotor oleh debu. Tetapi wajahnya yang penuh bekas darah  yang telah mengering masih memancarkan sinar ketegaran. Raganya masih kuat untuk berdiri & berjuang meskipun terasa sakit luar-dalam..
Telah ia reka-reka  rencana yang mungkin berhasil untuk menghancurkan salah satu markas besar manusia–manusia tak berperasaan itu, yang jaraknya tak kurang 20 meter dari tempatnya bersembunyi! Bayangkan berapa banyak penderitaan yang telah ia saksikan dari persembunyian yang dekat dengan kandang musuhnya itu. Penderitaan & kematian warga sesama Gaza.
Tak lagi Aisyah rasakan lapar, dahaga pun diredamnya hanya dengan meminum seteguk-dua teguk dari cadangan minumannya yang kini tersisa sedikit. Pikirnya, tak tega ia menelan makanan ataupun melarikan diri, sementara mayat-mayat bergelimpangan di hadapannya. Kemudian, Aisyah melihat keadaan diluar  dari satu-satunya celah kecil untuk menginip di ruangan itu.
Ah! dilihatnya seorang gadis kecil, berumur sekitar 10 tahun, berlari-lari  dengan muka pucat pasi, tegang dan kalut. Dibelakangnya, seorang tentara Israel mengejarnya dengan senapan, sambil tertawa-tawa. Ditemani dua ekor anjing, mereka memojokkan gadis kecil yang menangis tersedu-sedu, memohon agar hidupnya tidak diakhiri dengan segera. Pilu.
Aisyah mulai meneteskan air mata, mengumpat dengan suara kecil. Ia menggertakkan giginya kuat-kuat. Tak tega ia melihat semua itu. Kejadian berikutnya, sang tentara memukul, menendang, menampar, dan mendorong gadis itu hingga si gadis terjerembab. Lalu, tanpa ampun sang tentara menghujaninya dengan peluru. Kemudian, ia biarkan kedua anjingnya yang penuh najis itu bermain-main dengan mayat gadis kecil. Mencabik-cabik, dan menyeret mayat itu. BUKAN MAIN!
Cukup sudah! Aisyah membulatkan tekadnya. Semangatnya telah membara. Ia harus melakukannya! ini tidak akan banyak membantu Gaza saat ini, tapi cukuplah itu. Telah diputuskan pada malam itu juga. Aisyah, Gadis berhati singa yang mulia. Akan membela Gaza dengan tangannya sendiri!
Dini hari, jam 02.00 pagi waktu setempat. Aisyah berjalan pelan menuju markas besar itu. Dapat ia lihat beberapa tentara yang menjaga sekitar tengah meminum minuman keras dan tertawa-tawa. Aisyah merasa geram. Langsung saja ia melihat salah seorang penjaga, meletakkan sebuah tas yang berisi granat diluar markas. Tanpa pikir panjang, ia dekati tas itu. Berhati-hati agar tak ada yang menyadari keberadaanya. Dengan gerakan secepat kilat, ia ambil dua buah granat.
“For the sake of Palestine! For my Gaza!” teriaknya sambil berlari kearah markas itu, tanpa mengacuhkan sekitarnya.  Detik kemudian, terdengar suara ledakan.
Bumi dan langit Gaza menjadi saksi bisu dari kematian seorang pejuang muda, Aisyah yang telah sukses membela tanah airnya.

1 komentar: